Jumat, 24 September 2010

Denominasi Rupiah

Apa itu Denominasi? Denominasi adalah pemotongan nilai atau penyederhanaan dari nilai mata uang atau value mata uang dan juga barang. Pemerintah RI mulai 18 Mei 2010, mengumpulkan dana untuk memodali proyek bernama Denominasi Rupiah, yaitu memangkas tiga nol angka dalam nominal rupiah, atau yang dulu dikenal sebagai Sanering Rupiah (Sumber: BI). Peristiwa ini mengingatkan kita pada sanering 31 Desember 1965, saat Orde Lama – Soekarno memangkas nilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Caranya: uang lama ‘rupiah glabak, karena dicetak dalam lembaran besar’ yang beredar, umumnya bernilai Rp 50, Rp 100, Rp 500, Rp 1000, Rp 5000 dan Rp 10.000 ditarik oleh Bank Indonesia, kemudian ditukar menjadi 5 sen untuk Rp 50, 10 sen untuk Rp 100, dan 50 sen untuk Rp 500, lalu Rp 1 untuk Rp 1000, Rp 5 untuk Rp 5000, serta Rp 10 untuk baru Rp 10.000 lama.
Mengapa Hal ini bisa Terpikirkan oleh pemerintah?
Indonesia termasuk negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia setelah Vietnam. Uang pecahan terbesar di tanah air Rp 100.000, hanya kalah oleh dong Vietnam (VND) 500.000. Menurut pemerintah, hal ini juga berhubungan dengan citra Indonesia di mata internasional.
 
Jadi bayangkan kalau anda menerima gaji Rp 2000.000, menjadi Rp 2000,. Namun tenang saja karena nilai dari harga-harga barang pun juga ikut di denominasi, otomatis tadinya beli soto harga Rp 10.000, menjadi Rp 10,. Dan juga nilai tukar kita di mata international juga akan berubah, dari 1 dollar Amerika sekitar Rp 9000, menjadi 1 dollar Amerika menjadi Rp 9,. Keuntungannya kita tidak perlu membawa terlalu banyak uang dalam kehidupan kita sehari-hari.

Beda Denominasi dan Sanering
Denominasi lebih berupa penyederhanaan penyebutan satuan atau nilai mata uang dengan mengurangi jumlah digit. Jadi jumlah digit dikurangi tetapi NILAI atau DAYA BELI uang tidak berubah. Sedikit membingungkan? Gak juga.  Ambil contoh misalnya -sesuai isu yang beredar saat ini- nilai Rp1.000 akan disederhanakan menjadi Rp1. Bagaimana dengan nilai barang? Tidak ada masalah. Ambil contoh, sekaleng coca cola saat ini harganya Rp5.000. Setelah denominasi, harganya disesuaikan menjadi Rp5. Jadi nilai riil atau daya beli uang pada dasarnya tidak berubah.
Lain halnya dengan sanering. Sanering merupakan pemotongan NILAI atau DAYA BELI uang.  Sanering biasa dilakukan oleh negara dengan perekonomian kacau, tidak stabil yang ditandai dengan inflasi yang tinggi. Inflasi yang tinggi menjadikan uang tidak bernilai, karenanya perlu dipotong nilainya. Bila sanering diberlakukan dengan ketentuan Rp1.000 nilainya dipotong menjadi hanya Rp1, maka sekaleng coca cola bukannya menjadi Rp5, tetapi harganya tetap Rp5.000. Bisa dibayangkan betapa ‘hebohnya’ pengaruh sanering bila diberlakuka

Digit Uang Berderet = Negara Tertinggal?
Ehemm…mungkin ini gak terlalu relevan…tetapi bila kita mencermati mata uang negara-negara di dunia, penggunaan digit nominal yang berderet-deret kebanyakan berlaku di negara-negara berkembang dan negara miskin. Saat kita membeli barang dengan harga Rp9.000, barang yang sama cukup dibeli dengan 1 Dollar Amerika atau 3 Ringgit Malaysia atau 1,2 dollar Australia, dst.
Negara Zimbabwe di Afrika beberapa waktu lalu terpuruk ekonomi sampai hancur cur cur… Inflasi mencapai 2 juta persen. Bayangkan ditahun 2008 lalu, sebungkus roti dihargai ZWD80 milyar, sebotol coca cola ZWD160 milyar.   Karyawan dan pegawai mendadak jadi milyarder palsu. Gaji milliaran, tetapi tidak mampu membeli beras dan kebutuhan hidup. Gambar ini adalah uang dollar Zimbabwe dengan nilai hanya 5 Dollar
Amerika!
 
Negara-negara maju kebanyakan lebih efisien menggunakan nol pada mata uangnya. Saat ini USD1.000 = Rp9.000.000. Jadi bila nol masih berderet-deret, paling tidak ini indikator untuk menentukan negara kita kira-kira berada pada kategori mana.



 PRO:
1. Menaikkan citra bangsa karena memiliki nilai mata uang yang terlihat kuat.

2. Mempermudah kelancaran transaksi.
Dengan besarnya nilai mata uang akan menyulitkan penanganan uang. Seperti transksi di kasir. Susahnya memperhitungkan uang kembalian dan uang yang menumpuk setiap harinya. Repotnya pencatatan akuntansi dan pemberian label harga.

3. Negara-negara yang berhasil antara lain, Polandia, Argentina, Brazil, Turki, Romania

KONTRA:
1. Biaya yang akan sangat mahal dan waktu yang lama

2. Pembiayaan akan dilakukan dengan mengeluarkan SUN (Surat Utang Negara).

3. Indonesia masih belum siap baik secara kekuatan finansial dan mental masyarakat.

4. Contoh negara yang gagal melakukan denominasi mata uang dengan baik adalah Rusia dan Afghanistan. Rusia mengalami inflasi yang sangat tinggi hingga 87,5% pada tahun 1999. Sedangkan yang terjadi di Afghanistan adalah karena mental masyarakat yang belum siap akan denominasi. Masyarakat Afghanistan berbondong-bondong menukarkan uangnya dengan dollar amerika sehingga nilai mata uang afghanistan sangat jatuh.

5. Masyarakat menengah ke bawah masih banyak melakukan transaksi dengan nominal di bawah Rp. 1.000,- terutama di pedesaan dan pedalaman.

6. Dengan memakai SUN untuk memodali proyek denominasi ini akan semakin menmbah hutang negara.

7. Citra buruk dengan semakin meningkatnya ketergantungan negara dengan hutang negara asing.

8. Masih banyak “PR” yang harus dikerjakan pemerintah dalam memperbaiki keuangan negara. Antara lain:

  • Jauhnya rentang antara suku bunga pinjaman dengan suku bunga tabungan. Tingkat bunga pinjaman yang tinggi mempersulit sektor riil untuk bisa lebih berkembang.
  • Banyaknya uang panas “hot money”. Terlebih lagi nilai dari hot money tersebut lebih banyak daripada cadangan devisa negara.
  • Bank-bank asing mendominasi sektor peminjaman terhadap masyarakat.
  • Hutang pemerintah yang terus melambung hingga Rp 1.878 triliun.

Pendapat saya sebagai individu

Saya tidak terlalu mengetahui tentang perekonomian Indonesia saat ini, tapi setidak nya saya mengetahui negara ini secara garis besar nya. Menurut pendapat saya hal ini akan berdampak pada positif dan negatif. Sisi positifnya, secara teori saya setuju, dengan catatan harga jual dan lain-lainnya ikut serta sesuai teori, setahu saya secara ekonomi mungkin ga berpengaruh, hanya dengan begitu rupiah jadi terlihat lebih kuat, jadi Indonesia ga terlalu kelihatan miskin seperti Zimbabwe atau Vietnam yang nilai mata uangnya anjlog. sama menghemat resource kertas maupun data elektronis terutama pada database akuntansi. juga lebih gampang di hitung, secara psikologis denominasi juga bikin nilai tukar IDR jadi lebih gagah terhadap USD. Mungkin sepele keliatannya, tapi ini penting karena pasar valas digerakkan oleh kondisi psikologis dan intrepretasi seluruh trader (bandar juga rada susah gerakin harga karena scope FX Market itu sangat luas, kalo cuman seluas Bursa Efek Indonesia (BEI), apalagi saham-saham small cap mah gampang gorengnya).
Tapi dari sisi negatifnya, secara real, hal ini akan menyebabkan inflasi, kemiskinan pun akan meningkat, untuk denominasi Rupiah kali ini didanai dari Surat Utang Negara (SUN), jelas itu sangat terbukti bahwa hal ini akan menambah hutang negara, masyarakat-masyarakat pun masih melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan nilai tukar rupiah di bawah nominal Rp 1.000 terutama untuk rakyat miskin di pedesaaan dan orang-orang yang tidak mampu, dan juga bila ingin melakukan proyek denominasi rupiah harus dibekali oleh pondasi yang kuat.. Pada hal nya sanering justru dibiayai dari Surat Utang Negara (SUN), ini tentunya akan membebani rupiah kelak.

 Sebagai individu, bila memperhatikan jumlah digit rupiah dan situasi perekonomian yang relatif stabil, sepertinya ide denominasi patut dipertimbangkan. Akan tetapi jangan sampai hanya karena mau mengejar kategori negara maju, lalu kita seenaknya memotong angka nol tanpa perhitungan yang presisi.. Maka dari itu saya lebih baik memilih untuk tidak ada rencana mendenominasikan nilai mata uang rupiah, karena dengan denominasi akan terjadi inflasi, dan kemiskinan akan meningkat, masyarakat akan melarat. akan lebih baik bila tidak usah ada denominasi, toh perekonomian Indonesia pun belum benar-benar stabil. Karena kalau ingin mendenominasikan nilai mata uang negara kita, pemerintah harus benar-benar siap secara kekuatan financial dan mental masyarakat untuk merubah semua nya, karena bila tidak siap akan terjadi inflasi secara tidak langsung yang akan berakibatkan fatal bagi negara kita. Mengingat hal ini lebih baik jangan dilakukan dan jangan sampai itu terjadi, nanti malah bakal nambah lagi permasalahan yang baru, apalagi masih banyak kasus-kasus pemerintah yang tidak beres, kalau ekonomi kita ga kuat, bisa krisis ekonomi jilid kesekian kali nya deh buat NKRI. tapi mungkin bila denominasi bisa berjalan lancar hal ini bisa menaikan citra bangsa Indonesia di mata dunia Internasional. Apapun kebijakannya, semoga berjalan dengan baik demi kemakmuran bangsa kita.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar